Ocehku suatu hari di musim
penghujan.
Perempuan itu sedang duduk menghadap
jendela.
Sibuk dengan khayalannya sendiri.
Menit-menit berlalu dengan untaian
ritmis tetesan hujan pada tanah berbatu, atap-atap rumah, dan batang-batang
pohon tua.
Sendu sekaligus sunyi. Suram
sekaligus kelam.
Ada
perasaan aneh yang menggantung saat hujan turun di sore hari.
Perempuan itu tiba-tiba bicara.
Ia
meniup secangkir coklat panas di atas meja. Asapnya mengepul tak beraturan.
Hampa. Aku berucap lirih.
Kita
merasa hampa karena…
Ada suatu masa dimana jiwa kita pernah terisi akan
sesuatu. Mata kita pernah memandang sesuatu. Telinga kita pernah akrab dengan
sesuatu, dan hati kita pernah merasa memiliki sesuatu.
Ada jeda sejenak untuk helaan nafas
panjang bagi perempuan itu.
…Yang
sekarang menguap entah kemana. Menghilang bersama kepulan asap di tiap cangkir
coklat hangat. Atau tersapu rintik gerimis di sore hari.
Aku diam. Menghirup bau tanah basah
bercampur aroma coklat.
Perempuan itu bernafas
pendek-pendek.
Saling mendahului antara
nafasnya yang mengembun pada kaca, dan irama detak jantungnya sendiri.
Note:
Jauh sebelum ada April, ada tulisan tanpa tanggal, tanpa bulan ini.
Ini cuma percakapan sederhana antara 2 karakter yang kebetulan disebut perempuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar