Juli 12, 2015

Monologue: 2

source: http://favim.com/image/2701865/

Aku merasa hampa. 
Ocehku suatu hari di musim penghujan.

Perempuan itu sedang duduk menghadap jendela. 
Sibuk dengan khayalannya sendiri.

Menit-menit berlalu dengan untaian ritmis tetesan hujan pada tanah berbatu, atap-atap rumah, dan batang-batang pohon tua.

Sendu sekaligus sunyi. Suram sekaligus kelam.

Ada perasaan aneh yang menggantung saat hujan turun di sore hari.
Perempuan itu tiba-tiba bicara. 
Ia meniup secangkir coklat panas di atas meja. Asapnya mengepul tak beraturan.

Hampa. Aku berucap lirih.

Kita merasa hampa karena… 
Ada suatu masa dimana jiwa kita pernah terisi akan sesuatu. Mata kita pernah memandang sesuatu. Telinga kita pernah akrab dengan sesuatu, dan hati kita pernah merasa memiliki sesuatu.

Ada jeda sejenak untuk helaan nafas panjang bagi perempuan itu.

…Yang sekarang menguap entah kemana. Menghilang bersama kepulan asap di tiap cangkir coklat hangat. Atau tersapu rintik gerimis di sore hari.

Aku diam. Menghirup bau tanah basah bercampur aroma coklat.

Perempuan itu bernafas pendek-pendek.  
Saling mendahului antara nafasnya yang mengembun pada kaca, dan irama detak jantungnya sendiri.



Note:
Jauh sebelum ada April, ada tulisan tanpa tanggal, tanpa bulan ini.
Ini cuma percakapan sederhana antara 2 karakter yang kebetulan disebut perempuan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar