September 15, 2019

Monologue #4: Pretend

Apa yang terjadi kalau setiap hari seseorang pura-pura bahagia?

Perempuan itu sedang berpikir tentang sesuatu ketika sebuah pertanyaan kugantungkan di antara kami.
Pandangannya kosong. Tangan kirnya menangkup sisi kiri kepalanya seakan-akan sesuatu sedang berkecamuk disana.


Tidak ada.
Jawaban yang pendek dan cepat. Perempuan itu menjawab tanpa berpikir.

Kalau seseorang benar-benar bahagia?

Tidak ada.

Aku tidak mengerti kemana arah pembicaraannya. Kalau orang yang tidak pernah bisa menyembunyikan kesedihannya?
Pertanyaanku menuntut. Bingung.

Tidak ada juga.
Ada jeda sejenak antara cerita tanpa arah ini.
Aku menggenggam pertanyaan yang menuntut penjelasan.
Sedang perempuan itu menggenggam pernyataan yang menjelaskan.

Tidak ada yang terjadi. Karena manusia hidup. Kejatuhanmu bukan sesuatu yang luar biasa.
Perempuan itu mengalihkan pandangan matanya, menyelipkan anak-anak rambutnya dibelakang telinga lalu memangku dagunya dengan tangan kanan.


Sama halnya dengan jutaan orang lain.
Tidak akan terjadi apa-apa. Karena kita hidup. Dan dunia berputar. Masalah hidupmu tidak sebesar itu sampai harus terjadi sesuatu.


Telak. Ucapannya telak.
Aku dengan perspektif manusiaku yang rabun dan bias.
Meruntuhkan duniaku sendiri karena kupikir harus ada sesuatu yang berubah. Harus.
Nyatanya tidak.


Note:
Ini cuma percakapan sederhana antara 2 karakter yang kebetulan disebut perempuan.
Monologue #4 yang seharusnya menjadi monolog ketiga. Ditulis jauh lebih dulu dari tulisan sebelumnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar